Wanita dan pajak
Wanita adalah keindahan didunia ini. Siapa sangka ternyata wanita sampai diperhatikan juga dalam masalah perpajakan. Jika anda adalah wanita dan hidup di Indonesia maka ada baiknya anda mengerti tentang pajak berkaitan dengan wanita. Wajib bagi wanita membaca artikel ini.
Mengacu pada ketentuan Pasal 8 UU PPh, secara garis besar pengenaan PPh terhadap wanita dibagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama
Adalah wanita yang belum pernah menikah dan umurnya di bawah 18 tahun (anak yang belum dewasa). Kewajiban PPh bagi wanita yang tergolong sebagai anak yang belum dewasa pada dasarnya mengikuti orang tuanya khususnya sang ayah. Dengan kata lain, penghasilan yang diterima atau diperolehnya digabungkan dengan penghasilan orang tuanya, baru dhitung pajaknya.
Kelompok kedua
Adalah wanita yang belum pernah menikah dan umurnya sudah 18 tahun atau lebih. Pemenuhan kewajiban pajak bagi kelompok ini pada prinsipnya harus diselesaikan dengan NPWP-nya sendiri. Wanita dengan status inilah tunduk pada aturan pajak secara umum.Terkait kelompok kedua ini, hak dan kewajiban bagi wanita yang belum pernah menikah dan umurnya sudah 18 tahun atau lebih adalah sama dengan WP pria. Bila wanita tersebut menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, maka wanita tersebut diwajibkan untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP.
Kelompok terakhir
Adalah wanita menikah atau yang sudah pernah menikah. Berbeda dari dua kelompok lainnya, perlakuan PPh terhadap kelompok ketiga ini sangatlah variatif dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi wanita yang bersangkutan, khususnya bila dikaitkan dengan ada tidaknya perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta ada tidaknya penceraian antara suami istri.
Wanita menikah tanpa perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
Kewajiban perpajakan bagi wanita menikah tanpa perjanjian pemisahan harta dan penghasilan pada dasarnya menjadi satu dengan kewajiban pajak sang suami. Dengan kata lain, wanita menikah dalam kategori ini tidak perlu memiliki NPWP sendiri. Kewajiban PPh lainnya pun menjadi tanggungjawab suami sebagai kepala keluarga.Bila sebelum menikah tersebut sudah memiliki NPWP, setelah menikah NPWP tersebut bisa dihapuskan dengan membuat surat permohonan penghapusan NPWP kepada Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar sebagai WP menjadi satu dengan suaminya.
Penggabungan ini tidak perlu dilakukan bila sang istri hanya menerima atau memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Penghasilan wanita menikah yang berasal dari satu pemberi kerja telah dipotong PPh Pasal 21 sehingga tidak perlu lagi digabungkan sebagai penghasilan sang suami. Dengan kata lain penghasilan istri tersebut diperlakukan seagai penghasilan yang telah dikenakan PPh Final bagi suaminya.
Namun bila wanita tersebut ternyata bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan meskipun masing-masing penghasilannya telah dipotong pajak, maka atas penghasilannya itu haruslah digabungkan dengan penghasilan suaminya.a. Jika suami dari wanita tersebut ternyata belum memiliki NPWP, maka mengacu pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001, penghapusan NPWP wanita tersebut tidak bisa dilakukan. Walau terkesan memberatkan, ketentuan dalam keputusan Dirjen Pajak di atas pada dasarnya sejalan dengan prinsip bahwa keluarga merupakan satu kesatuan ekonomis seperti dijabarkan dalam UU PPh.
Tentunya karena kesatuan ekonomis ini ada dalam genggaman kepala keluarga, maka pemenuhan kewajiban NPWP pun mau tidak mau memang harus dilakukan oleh suami. Sehingga apabila sang suami tidak atau belum memiliki NPWP, maka tentunya prinsip ini menjadi tidak bisa dilaksanakan seutuhnya.
Wanita Menikah dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
Adanya perjanjian pemisahan harta dan penghasilan menyebabkan adanya tambahan kewajiban pajak bagi pasangan suami istri yang bersangkutan. Mengacu pada ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU PPh, Rini respati berpendapat bahwa kewajiban PPh Orang Pribadi bagi wanita yang menikah dengna perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, dilakukan secara terpisah dengan kewajiban pajak suaminya. Dengan kata lain, pemenuhan kewajiban pajak antara suami istri dilakukan atas nama masing-masing.
Adanya pemisahan ini tentunya berpengaruh pada kewajiban pendaftaran untuk memperoleh NPWP bagi wanita tersebut seperti dinyatakan dalam memori penjelasan Pasal 2 ayat(1) UU KUP yang menyatakan bahwa:“Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kamwin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.”
Wanita Berstatus Janda
Status janda bagi wanita yang pernah menikah bisa terjadi karena berbagai alasan, karena kematian suami atau atas putusan pengadilan. Apapun alasannya, secara material kewajiban pajak bagi wanita berstatus janda ini tentunya harus dilakukan sendiri.
Lalu bagaimana dengan wanita yang meneruskan usaha mendiang suaminya, dapatkah NPWP suami dilanjutkan?
Seperti telah disinggung sebelumnya, wanita yang suaminya telah meninggal dunia wajib memiliki NPWP bila memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak.
Ketentuan ini bisa menimbulkan masalah bila suami yang meninggal dunia ternyata meninggalkan warisan yang belum terbagi. Dengan asumsi bahwa sebelumnya suami mempunyai usaha, maka setelah meninggal dunia, usaha tadi akan menjadi harta warisan yang merupakan hak ahli warisnya. Bila warisan tersebut sudah dibagikan kepada ahli warisnya, maka NPWP mendiang suami atau warisan dalam kedudukannya sebagai subjek pajak pengganti baru bisa dihapuskan.
Lalu bagaimana status NPWP-nya bila karena sesuatu hal warisan tersebut belum dibagikan dan si istri kemudian meneruskan usaha mendiang suaminya? Jawaban atas masalah ini dapat dibagi menjadi dua opsi.
Pertama
Bila sebelum suami meninggal sang istri ternyata telah memiliki NPWP, maka kewajiban pajaknya tidak berubah. Artinya wanita tersebut tetap menjalankan kewajiban pajaknya sesuai dengan NPWP yang dimilikinya. Sedangkan penghasilan yang diperoleh dari usaha mendiang suami pada dasarnya adalah warisan yang belum terbagi. Dengan demikian, seluruh kewajiban pajak terkait warisan tersebut tetap harus diselesaikan dengan NPWP mendiang suami sampai dengan warisan tersebut dibagikan.
Kedua
Bila sang istri tidak memiliki NPWP sendiri sepanjang wanita tersebut tidak memperoleh penghasilan lain yang merupakan objek pajak, maka tidak wajib baginya mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Jadi selama mengurusi usaha mendiang suaminya, wanita tersebut dapat terus memakai NPWP suaminya sampai warisan tersebut dibagikan.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan menuliskan komentar anda pada opsi Google/Blogger untuk anda yang memiliki akun Google/Blogger.
Silahkan pilih account yang sesuai dengan blog/website anda (LiveJournal, WordPress, TypePad, AIM).
Pada opsi OpenID silahkan masukkan URL blog/website anda pada kotak yang tersedia.
Atau anda bisa memilih opsi Nama/URL, lalu tulis nama anda dan URL blog/website anda pada kotak yang tersedia.
Jika anda tidak punya blog/website, kolom URL boleh dikosongi.
Gunakan opsi 'Anonim' jika anda tidak ingin mempublikasikan data anda. (sangat tidak disarankan)
Masih kesulitan membuat komentar? Silahkan klik DISINI SAJA
Ingin komentar tidak tampak untuk umum? Silahkan klik DISINI
Komentar harus nyambung ya? kalo ga akan terhapus otomatis, he.he.